Oleh, Frits Kirihio
Dalam
lembaran sejarah Pulau Papua sejak pulau ini dijamah bangsa-bangsa asing, tidaklah diarsipkan
sejarah Papua menjadi satu warisan budaya untuk generasi dewasa kini. Sangat
memprihatingkan oleh kalangan peneliti tentang Papua. Penulis mengkaji beberapa dokument yang tidak
termuat dalam situs sejarah oleh karena status politik Papua yang dibatasi oleh
pemerintah Republik Indonesia untuk
menguasai wilayah Papua. Generasi Papua
dewasa kini sama sekali tidak mengetahui sejarah pasti tentang Papua
dikarenakan situs sejarah yang seharusnya menjadi warisan budaya bangsa ini ditiadakan.
1
|
Nieuw
Guine Raad adalah lembaga rakyat yang dibentuk oleh pemerintah Belanda pada tanggal 5 April 1961
untuk mempersiapkan kemerdekaan bagi Bangsa Papua Barat berdasarkan hukum-hukum internasional. Pada saat itu Belanda
melalui Piagam PBB tanggal 26 Juni 1945 Tentang “Penentuan Nasib Sendiri Secara
Bebas Dan Adil” dan “Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa” tanggal 10 Desember 1948 adalah suatu pertimbangan bagi kerajaan
Belanda untuk memberikan kemerdekaan bagi Bangsa Papua Barat. Terlihat pertama,
pidato Ratu Yuliana tertanggal, 20 September 1960; “menyatakan dan mengumumkan
bahwa Pemerintah Kerajaan Belanda akan memberikan hak penentuan nasib sendiri
(merdeka) pada Bangsa dan Rakyat Nederlands Nieuw Guinea”. Terlihat kedua,
melalui Menteri Luar Negeri Nederland, Mr. Joseph Luns dalam rapat umum PBB ke
16 tanggal, 26 September 1961 mengatakan “bahwa Pemerintah Nederland mempunyai
tanggung jawab penuh dan akan memberikan bantuan yang cukup dan terikat atas
dasar kesepakatan internasional bagi penentuan nasib sendiri bagi Bangsa dan
Rakyat Pribumi West Nieuw Guinea”.
Hal
ini juga menjadi kuat dengan Resolusi PBB Nomor 1514 dan
1541
maka atas pertimbangan hukum-hukum internasional; Kerajaan
Belanda mendirikan sebuah akademi pemerintahan, membentuk batalyon Papua dan
meresmikan bendera Papua. Bagian ini hanya tersirat dalam penggalan-penggalan
cerita para saksi hidup pada tahun 1960-an yang menyaksikan ketika upaya-upaya
Pemerintah Kerajaan Belanda berusaha memerdekakan Bangsa Papua Barat.
Memang
diakui dalam budaya pendidikan Indonesia ketika merebut Pulau Papua dan
menerapkan pemerintahannya; tidak satupun kurikulum di Indonesia memuat tentang
sejarah Nieuw Guinea Raad untuk diketahui oleh generasi masa kini. Hal ini
hanya bisa didapat dari penggalan cerita orang tua yang saat itu hidup dan kini
mewariskannya dalam betuk lisan. Pepata mengatakan “luka pasti meninggalkan
bekas”, dengan demikian sejarah yang hilang ini membawa pertanyaan bagi anak
cucu pribumi dan menjadi sebua alasan tentang status politik bangsa Papua yang
sah secara hukum internasional untuk dikaji dan dikembalikan sepenuhnya kepada
Bangsa dan Rakyat Papua Barat.
Lembaga
Nieuw Guinea Raad merupakan lembaga politik yang didirikan oleh pemerintah
Colonial Belanda untuk sebua tujuan kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat. Pada
bagian ini beberapa dokumen tentang Lembaga Nieuw Guinea Raad sebagai bukti
hukum yang dapat menjelaskan suatu kemerdekaan bagi bangsa Papua tidaklah
ditemukan dalam satu kearsipan bagi anak-cucu bangsa Papua ditanah Papua,
dikarenakan suatu peristiwa yang terjadi setelah penyerahan Pulau Papua dari UNTEA
ke tangan pemerintah Indonesia tanggal 01 Mei tahun 1963. ....................................................................... Saat
itu di Jayapura sejarah mencatat semua dokumen tentang sejarah politik Bangsa
Papua dibakar oleh pemerintah Indonesia. Sebagaimana dikutib dari sumber buku
“Pintu Menuju Papua Merdeka” ( karangan Socratez Sofyan Yoman halaman 39: 2000
) “Pada hari peralihan kekuasaan resmi
dari UNTEA kepada Indonesia pada tanggal 01 Mei 1963, Tentara Indonesia membuat
api yang sangat besar di pusat kota (Jayapura), diketuai oleh Menteri
kebudayaan Indonesia, Mrs. Rusilah Sardjono. Semua symbol kehidupan orang
Papua, buku-buku teks dari sekolah dan bendera orang Papua dibuang dan dibakar
dalam api yang menyala-nyala. Kira-kira 10.000 orang Papua dikumpulkan untuk
menyaksikan upacara pemusnahan kebudayaan orang-orang Papua”.
Penulis
menyebutnya sebagai “hari penghapusan jati diri”. Suatu kejadian dimana dunia
internasional menutup mata dan tidak memperdulikan hak penentuan nasib sendiri
yang suda dihasilkan dalam kesepakatan Dewan Papua yang disaksikan Gubernur
Plattel di Holandia pada 19 oktober 1961. Manivest kemerdekaan Bangsa Papua
Barat oleh Nieuw Guinea Raad tanggal 19 Oktober 1961, adalah bagian yang sesuai dengan piagam PBB Pasal 73 “All people have the right to self
determination, regardlees of their state of development”. Namun hak politik
bangsa Papua Barat disabotase oleh peristiwa Tri Komando Rakyat (TRIKORA) pada
tahun 1962, Indonesia menurunkan militernya ke Papua.
Pada
tahun 1963 ketika penyerahan administrasi pemerintahan dari UNTEA ke pemerintah
Indonesia disitulah penekanan terhadap kebebasan rakyat Papua Barat mulai
berjalan, dimana Ir.Soekarno melarang bangkitnya cabang-cabang Partai baru,
kegiatan politik baik rapat umum atau demonstrasi, media masa, pameran umum,
foto-foto berbau politik dan artikel berbau politik di Irian Barat (Papua). Hal tersebut dilarang
keras dalam Surat Keputusan No.8, Mei1963 dan akhirnya mencapi puncaknya ketika
PBB memutuskan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA 1969) dimenangkan oleh
Indonesia dan menghantar Papua ke wilayah baru Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemindahan kewilayaan ini adalah babak baru dari kehidupan orang
Papua untuk menelan pahitnya otorisasi pemerintah Indonesia dengan sejumlah
rentetan sejarah pelanggaran HAM yang saat ini masi dirasakan bangsa pribumi
Papua. Dalam perspektif penulis tentang status politik Papua bukanlah berakhir
pada hasil PEPERA 1969. Kajian analitik ini akhirnya menemukan bahwa nyawa
Nieuw Guinea Raad “hidup” dalam perjuangan Parlemen Nasional Papua Barat.
Hal
ini membuktikan bahwa PEPERA bukanlah Final, demikianlah yang saat ini kita
ketahui; dimana rakyat Papua akhirnya menentang pemerintah Indonesia dan
berupaya untuk memisahkan diri dari NKRI. Menjadi sangat menarik oleh penulis
untuk menyajikanya dalam tulisan ini. Tentunya tak terlepas dari kerangka
analitik penulis tentang posisi tawar tuntutan Papua Merdeka yang tepat. Parlemen
Nasional Papua Barat (West Papua National
Parlementaria) merupakan lembaga politik Rakyat Papua yang dibangkitkan
kembali Oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada tanggal 05 April 2012 di
Jayapura untuk melanjutkan kembali perjuangan Kemerdekaan bagi bangsa Papua. Parlemen Nasional Papua Barat disingkat PNWP
(Parlemen Nasional West Papua) berjuang dengan prinsip-prinsip hukum
internasional dengan membawa masalah Papua Barat ke tingkat internasional untuk
diselesaikan secara damai dan bermartabat. Maka penulis selaku mahasiswa yang
kritis merasa tertarik dan bertanggung jawab atas status politik Bangsa Papua
saat ini untuk dikaji dalam analisa hukum dan politik dengan memperhatikan
sejarah masa lalu bangsa Papua Barat. Dengan demikian penulis mendeskripsikan
kedalam judul “Analisis Status Manifest Nieuw Guinea Raad Terhadap
Perjuangan Parlemen Nasional West Papua”
Tulisan ini adalah latar belakang masaah dari penulisan skripsi penulis.
Tulisan ini adalah latar belakang masaah dari penulisan skripsi penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar