"....Taklukan Rasa Takut mu.
Karena Rasa Takut Mu itu, Akan Menghilangkan Akal Sehat Mu..." kata bijak
ini tepat untuk menasehati pemerintah dan Negara Indonesia yang melanjutkan
kolonialisme Belanda yang perna dirasakannya ketika di jajah dahulu, lalu
mempraktekannya lagi di Papua.
Senin, 02 Mei 2016
Jumat, 29 April 2016
Sroyer: Negara Kolonial Indonesia Telah Gagal Diplomasi Internasional
Bahkan Sampai Dengan Saat Ini Mereka Masih Saja Berusaha Untuk Meyakinkan Dunia Internasional Dengan Menggunakan Politik Ekonomi.
Politik Ekonomi Digunakan Agar Dunia Internasional Bersimpati Terhadap Indonesia Dan Mendukung Indonesia Atas Kependudukannya Diatas Tanah Papua Tetapi Juga Menggagalkan West Papua Menjadi Anggota Full Member Di MSG. Indonesia Akan Terus Menerus Mencari Jalan Untuk Bagaimana Meyakinkan
Sabtu, 23 April 2016
Papua Darurat HIV/AIDS
Kami kaget
dan geger di Jakarta, Warga: Indonesia, Belanda, Brasil, Australia(beberapa
negara lain juga) dieksekusi mati pada 2014 hingga sekarang. Dengan alasan "Indonesia dalam status darurat
(karena) ada 40 orang yang mati tiap hari karena Narkoba", kata Joko
Widodo(20/1/14).
Senin, 28 Maret 2016
ANTARA RENKING DAN REALITA
Oleh. PILIPUS ROBAHA
18 tahun sudah semenjak
tumbangnya resim yang sangat otoriter dan juga fasis dibawah pimpinan sang
jendral bintang tiga, Soharto. Atau yang lebih dikenal pada kalangan aktivis Indonesia sebagai Boneka
milik Negara kapitalis, Amerika Serikat. Indonesia dengan jumlah penduduk 230
juta manusia berhasil menempati posis ke 3 di dunia sebagai Negara berdemokrasi
terbaik setela India dengan jumlah penduduk 1.2 miliar manusia. Sedangkan sang
Kapitalis dunia, amerika serikat
menempati renking pertama Negara domkrasi terbaik dunia dengan jumlah
penduduk 340 juta.
Selasa, 22 Maret 2016
TEROR: SEKJEN GempaR DI CARI INTELJEN KOREM DI KAMPUS HINGGA DI UNDANG KE POLDA PAPUA
Berikut adalah Kronologis disampaikan oleh Samuel Womsiwor (Sekjen GempaR)
1. Hari
selasa, 15 Maret 2016, mahasiswa Hubungan Internasional FISIP-Uncen menemui
saya, sekitar pukul 09.00 WP. Dengan tujuan meminta nomor Handphone saya.
Tetapi alasan keamanan, saya memberikan nomor lama saya. Yang meminta nomor
saya, katanya salah satu pimpinan di Korem Padang Bulan, John Dahar, dengan
alasan setiap aksi-aksi mahasiswa selalu di bantu(Backup) olehnya.
2. Hari
Jumat, 18 Maret 2016
Senin, 15 Februari 2016
TAKUT LAWAN MIFEE KARENA SUANGGI
Merauke
Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) adalah salah satu mega proyek yang
diresmikan pemerintah pada tahun 2010, bertujuan untuk memperkuat cadangan
pangan dan bio energy nasional, agar siap memasuki pasar pangan dunia.
Sabtu, 13 Februari 2016
FOTO-FOTO RAJA SAWIT DAN PENGUNDUL HUTAN DI BOVEN DIGOEL (PT KORINDO GROUP)
BISA DI BACA DI LINK INI
http://gemparpapua2013.blogspot.co.id/2016/02/peta-perusahaan-sawit-di-boven-digoel.html
PINTU II TEMPAT MASUK BURUH
Kamis, 11 Februari 2016
PETA PERUSAHAAN SAWIT DI BOVEN DIGOEL
Hari ini di Papua kita bersama telah
mengikuti proses pengadilan masyarakat Nabire dan perusawan sawit PT Nabire Baru
yang telah merampas hak-hak masyarakat. Semua masyarakat beranggapan bahwa
ancaman perusawit hanya pada masyarakat nabire saja, atau hanya di
wilayah Papua bagian utara. Namun ternyata justru Perusahaan Sawit di Nabire adalah
salah satu dari ratusan perusawan sawit yang berinvestasi di Papua. Kita sebut
saja, Sorong, manokwari, Bintuni, Fak-fak, Nabire, Jayapura, Kerom, Sarmi,
Merauke, Asmat, Mapi, Yahukimo, hingga Boven Digoel. Hampir semua daerah di
Papua telah menjadi daerah investasi kelapa sawit.
Boven Digoel adalah salah satu daerah
yang luput dari pemberitaan karena sangat rapi dan tertutup, baik informasi
hingga data, padahal diwilayah Boven
Digoel tidak hanya perusahaan Sawit samata melainkan perusahaan kayu yang telah
menghabisi hutan diwilayah itu. Perusahaan tersebut adalah PT Korindo Group di
Asiki yang telah beroperasi dari tahun 1990. Pada tahun 1998, Korindo
mengantungi izin untuk menam kelapa sawit di dua wilayah dekat Asiki. Pada
awalnya ada penolakan oleh masyarakat asli, namun karena siasat Korindo membuat
masyarakat berpindah dan memberikan lahan tersebut.
Kontras melaporkan bahwa pada tahun
2004, anggota militer rutin dibayar oleh Korindo untuk menjadi pasukan pengaman,
sebagai kespakatan yang disusun oleh para pimpinan TNI dan Korindo di Jakarta.
Tentara juga mendapatkan pemasukan tambahan dari usaha minuman keras, serta
memaksa warga menyerahkan barang berharga seperti kulit buaya, tanduk rusa,
atau ikan arwana.
Saat ini, anak perusahan Korindo yang
bergerak di sector kelapa sawit, PT Tunas Sawaerma, tengah mengajukan izin
untuk memperluas areal perkebunannya hingga 20.000 hektar. Kuat dugaan bahwa
Korindo sedang mengusahkan untuk meperbesar wilayahnya disepanjang jalan trans
Papua, mulai dari Asiki, melewati Tanah Merah hingga Minditanah. Perusahaan
yang siap bekerja sama dengan Korindo adalah PT Wahana Agri Karya, PT Duta Visi
Global, dan PT Visi Hijau Nusantara, informasi terkait kepemilkannya masih di
rahasisakan.
Menara Group
Salah satu perusahaan yang sedang menjalankan proyek secara
misterius di Boven Digoel adalah Menara Group yang di pimpin pengusaha
Indonesia bernama Chairul Anwar. Mantan Kapolri sekaligus Duta Besar, Dai
Bactiar, tercantum sebagai salah satu anggota dewan eksekutif perusahaan.
Perusaaan ini telah mendapat izin beroperasi di lahan seluas 400.000 hektar
dilahan milik suku Auyu yang sebagai besar adaah hutan primer.
Semua perusaan yang beroperasi di Boven Digoel saat ini telah
mendapatkan Sk beroperasi oleh pemerintah baik pemerintah Pusat maupun di
Kabpuaten (bupati).
(Bersambung)
(Bersambung)
Ditulis oleh, Pak RT
Minggu, 07 Februari 2016
Tra smua Komen is Frends Tra smua amber is Enemy (mahasiswa dan gerakan dalam Dukumen BIN 2014)
Pernah dengar dan lihat kata diatas? Kurang lebih artinya adalah tidak semua orang Papua adalah kawan dan tidak semua non Papua adalah musuh. Entah apa tujuan kelompok pemuda yang mengeluarkan kata ini. Tetapi menurut saya Kata-kata ini perlu dimaknai mendalam bagi para aktivis pejuang Papua merdeka. Agar informasi perjuangan dan security pribadi dan kelompoknya nya tidak menjadi konsumsi musuh dan membahayakannya. Saya pikir sudah saatnya menentukan standar pertemanan kita dengan semua orang, baik antara kita orang Papua maupun non Papua.
Ini bukan ajakan rasialis. Tetapi kebijaksanaan dalam perjuangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa “Papua Merdeka” selalu menjadi isu empuk untuk dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Pihak itu adalah orang Papua sendiri. Ada yang berjuang dengan segala daya dan tenaga, rela mengorbankan jiwa raga namun ada yang memanfaatkannya untuk kepentingannya pribadi dan kelompok. Secara teori kontra revolusi adalah sah-sah saja atau penghianatan sudah tentu bagian dari perjuangan. Tetapi kebijaksaan kitalah akan menggerakan revolusi.
Perjuangan politik adalah luas dimiliki semua rakyat Papua. Tetapi dalam konteks ini saya sampaikan kepada para pejuang yang memiliki ideology sejati. Para mahasiswa yang tidak ada letih-letih dalam melakukan konsolidasi disaat pudarnya asa perlawanan mahasiswa di Papua. Tetaplah seperti itu.
Dalam minggu ini Papua dikejutkan dengan bocornya document BIN di media Australia. Berita yang diberi judul Rencana Aksi Opsgal Papua Maret 2014 Telah menjadi boleh panas di antara masyarakat Papua tetapi bagi para aktivis pejuang yang namanya berada di dalam. Namu saya akan lebih khusus berbicara terkait gerakan mahasiswa dan aktivis mahasiswa yang menjadi target operasi. Nama saya memang dicantumkan disitu, dan hanya saya mahasiswa yang namanya disebarkan di media, sebenarnya ada beberapa mahasiswa baik di Papua maupun di pulau Jawa yang menjadi target operasi.
Miras, perempuan, dan Uang, itu adalah alalisis dalam dokumen (BIN) tentang semua aktivis perjuangan. Entah benar dan tidak benarnya pemebriataan itu telah menjadi bola liar dikalangan aktivis maupun masyarakat. Target BIN tersebut sukses? Tentu saja. Walaupun kita tidak harus menyangkal dokumen tersebut tetapi tidak juga mempersalahkannya. Karena terkait dengan dokument tersebut memang terlihat BIN mendapat semua informasi tersebut dari orang dekat kita. Sehigga kebijaksaan dalam pertemanan memang harus sudah diutamahkan sejak saat ini.
Saya misalnya dikatakan “Dengan memanfaatkan ‘agen – agen’ BEM Uncen, beberapa kegiatan dirancang untuk melemahkan Yason Ngelia, mulai dari membangun komunikasi, cipta opini, press release, studi banding ke ICW, Bappenas, BEM UI, Arup, dan Bemnus juga menggelar seminar sehari optimalisasi peran GEMPAR dalam mengawal pembangunan di Papua, dengan goal minimal Yason Cs tidak mempermasalahkan UU Otsus Plus dan target maksimal mendukung UU Otsus Plus dalam NKRI. Saya tidak menyangkalnya namun juga tidak bisa membenarkan semua hal tersebut. Biarlah seperti itu.
Apa artinya semua ini? Yaitu bahwa semua gerak-gerik aktivis mahasiswa di Papua sedang di amati. Apa artinya di amati? Karena adanya ketakutan terhadapan perlawanan mahasiswa oleh pihak penguasa. Mahasiswa Papua adalah satu kekuatan dari sekian kekuatan yang di miliki rakyat Papua. Sehingga ada target secara individu atau kelompok, minimal kita tidak menjadi oposisi pemerintah. Sebaliknya kita di harapkan dapat mendukung semua kebiajakan pemerintah di Papua dan tentu saja mendukung eksistensi NKRI di Papua.
Kawanku para pejuang mahasiswa dimanapun. Walapun asa sepertinya tidak memihak pada kita. Kawan-kawan kita diculik dari jalur perlawanan kita. Mereka takluk pada hegemoni, dan hedonis kekuasaan. Memilih hidup tanpa beban, seperti menutup mata terhadap pemusnaan ras kita. Tetapi ingat bahwa jiwa kita takan lemah karena hal itu. Kita tetap lawan untuk mengakhiri !
Salam Revolusi !
yason Ngelia
Rabu, 03 Februari 2016
FAKTOR LEMAHNYA PERLAWANAN IDEOLOGIS MAHASISWA DI PAPUA
Fakta klasik yang selalu menggambarkan siapa itu mahasiswa dan peran seperti apa yang selalu dimainkan anak muda ini, dalam rangka menyelamatkan rakyat dan bangsanya. Agen of Social controle, Agen of change, Iron Stock, dan sebagainya. Istilah seperti ini muncul bukan semata-mata karena kecerdasaan mahasiswa di dalam kelas. Melainkan mahasiswa berhasil menerjemahkan teori dalam sebuah tindakan nyata. Sebab teori yang telah diterima bertolak belakang dengan realitas kehidupan rakyat dan bangsa, sehingga mahasiswa hadir memikul beban terseubut. Secara teori mahasiswa adalah kelompok penekan (pressure grup) supra struktur politik dalam suatu Negara.
Contoh adalah, mahasiswa Indonesia yang telah menorehkan sejarah dengan tintah emas kisah perlawanan mereka. Mahasiswa Indonesia itu dikenal dengan angkatan 1908, angkatan “45”, 60, 70, 80, dan 98. Tanpa mahasiswa dan pemuda itu tidak akan ada negara bernama Indonesia atau kebebasan seperti sekarang ini. Atau juga Timor lesta yang mengirim seorang pemuda mahasiswa yang bernama Ramos Horta pada tahun 1970 an untuk mengalukan lobi dan diplomasi ke Australia hingga dunia, hingga bagaimana mahasiswa timor leste membangun jaringan dan kerja sama dengan mahasiswa Indonesia di kota-kota besar diseluruh Indonesia hingga berhasil menginternasionalisasi isu Timor Leste. Mereka akhirnya referendum dan merdeka.
Bagaimana dengan Papua?
Gerakan perlawanan mahasiswa Papua sejatihnya adalah gerakan politik menuntut kemerdekaan. Segala upaya, daya, dan strategi akan bermuara pada satu tuntutan tersebut. Kalaupun ada yang lain adalah “buah tangan” intelejen Indonesia untuk memecah belah gerakan perlawanan mahasiswa di Papua. Sejarah gerakan Politik mahasiswa Papua sendiri adalah sebuah tranformasi dalam perjuangan Papua yang selama ini berada pada pundak para pejuang, noteben adalah pelaku sejarah. Gerakan mahasiswa Papua secara murni mulai bangkit di era 1990an dan puncaknya pada reformasi 1998 dengan muncurlnya organisasi perlawanan di pulau jawa.
Sedang hari ini di tanah Papua, perlawanan mahasiswanya seperti sedang mati suri. Seminar politik, Seminar HAM, diskusi politik, diskusi lintas asrama, diskusi antar kampus, seperti mengalami banyak hambatan. Ada beberapa factor yang menurut saya mengalami persoalan dan itu berada pada mindset aktivis mahasiswa di Papua khusus di beberapa kota di Papua. Beberapa factor itu saya membagi dalam beberapa poin, antara lain:
1. Idelisme namun tidak ideologis
Aktivis mahasiswa seperti ini menjadikan gerakan mahasiswa sebagai tempat belajar berbicara, memperoleh informasi seputar perjuangan Papua untuk di eksploitasi demi kepentingan pribadi, tidak sedikit juga yang mendorong aksi perlawanan yang hanya mencari sensasi dan popularitas. Baik dikelas maupun di kelompok masyarakat. Biasanya mereka mempersoakan konflik di Papua tetapi tidak menjadikannya beban sebagai anak negri.
Aktivis mahasiswa seperti ini menjadikan gerakan mahasiswa sebagai tempat belajar berbicara, memperoleh informasi seputar perjuangan Papua untuk di eksploitasi demi kepentingan pribadi, tidak sedikit juga yang mendorong aksi perlawanan yang hanya mencari sensasi dan popularitas. Baik dikelas maupun di kelompok masyarakat. Biasanya mereka mempersoakan konflik di Papua tetapi tidak menjadikannya beban sebagai anak negri.
2. Memilki jiwa yang lemah
Perjuangan kemerdekaan Papua adalah perjuangan yang lahir karena kesadaran yang mendalam. Sehingga persatuan, nasionalisme, hingga ideology yang tumbuh benar-benar nyata dalam masyarakat Papua. Entah dia masyarakat akar rumput, bahkan pejabat daerah. Demikian dengan para aktivis mahasiswa yang adalah “Iron Stock” dari perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Sehingga sekali melangkah kedalam gerakan mahasiswa dan perlawanannya ada sebuah pantangan “mundur adalah sebuah penghianatan”. Beralih profesi dari seorang aktivis mahasiswa pro kemerdekaan Papua ke dalam sistem NKRI adalah penghianatan, ini hanya terjadi kepada orang yang lemah jiwanya, ideologinya tidak tumbuh, karena tidak memiliki keyakinan kepada dirinya bahkan Tuhan. Tipe seperti ini sebaliknya tidak mudah bergaul dengan orang yang berbeda pandangan karena muda diperngaruhi, dan dibujuk rayu.
Perjuangan kemerdekaan Papua adalah perjuangan yang lahir karena kesadaran yang mendalam. Sehingga persatuan, nasionalisme, hingga ideology yang tumbuh benar-benar nyata dalam masyarakat Papua. Entah dia masyarakat akar rumput, bahkan pejabat daerah. Demikian dengan para aktivis mahasiswa yang adalah “Iron Stock” dari perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Sehingga sekali melangkah kedalam gerakan mahasiswa dan perlawanannya ada sebuah pantangan “mundur adalah sebuah penghianatan”. Beralih profesi dari seorang aktivis mahasiswa pro kemerdekaan Papua ke dalam sistem NKRI adalah penghianatan, ini hanya terjadi kepada orang yang lemah jiwanya, ideologinya tidak tumbuh, karena tidak memiliki keyakinan kepada dirinya bahkan Tuhan. Tipe seperti ini sebaliknya tidak mudah bergaul dengan orang yang berbeda pandangan karena muda diperngaruhi, dan dibujuk rayu.
3. Direkrut oleh organisasi pemuda NKRI (KNPI) dan Cipayung
Mengapa kami menulis ini? Ada dua alasan, pertama, perjuangan Papua adalah perjuangan idelogis, perjuangan terbuka, untuk mendidik masyarakat Papua tentang ideology politik itu sendiri. Hal tersebut adalah salah satu tugas mahasiswa dalam perjuangan. Sedang organisasi pemuda ini sebaliknya mendidik pemuda mahasiswa untuk menerjemahkan perjuangan rakyat Papua dalam bingkai NKRI. Idelisme mereka tidak ideologis mereka melakukan kontra revolusioner perjuangan Papua. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan AD/ART organsiasi masing-masing yang mengikat setiap kadernya, setiap kegiatannya menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan sebagainya. Para Senior organisasi ini (elit) mendidik mereka untuk anti akan gerakan politik. Alasan kedua, menurut data informasi yang kami terima, organisasi ini adalah alat operasi intelejen untuk mengobrak abrik gerakan perlawanan mahasiswa di Papua beberapa tahun terakhir. Organisasi ini kami percaya bahwa apa bila Indonesia masih dibawah kolonialisme Belanda, organisasi tersebut di atas adalah organsasi buatan Belanda. Sebab mereka telah didik menjadi elit bojuis dan anti rakyat sendiri.
Mengapa kami menulis ini? Ada dua alasan, pertama, perjuangan Papua adalah perjuangan idelogis, perjuangan terbuka, untuk mendidik masyarakat Papua tentang ideology politik itu sendiri. Hal tersebut adalah salah satu tugas mahasiswa dalam perjuangan. Sedang organisasi pemuda ini sebaliknya mendidik pemuda mahasiswa untuk menerjemahkan perjuangan rakyat Papua dalam bingkai NKRI. Idelisme mereka tidak ideologis mereka melakukan kontra revolusioner perjuangan Papua. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan AD/ART organsiasi masing-masing yang mengikat setiap kadernya, setiap kegiatannya menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan sebagainya. Para Senior organisasi ini (elit) mendidik mereka untuk anti akan gerakan politik. Alasan kedua, menurut data informasi yang kami terima, organisasi ini adalah alat operasi intelejen untuk mengobrak abrik gerakan perlawanan mahasiswa di Papua beberapa tahun terakhir. Organisasi ini kami percaya bahwa apa bila Indonesia masih dibawah kolonialisme Belanda, organisasi tersebut di atas adalah organsasi buatan Belanda. Sebab mereka telah didik menjadi elit bojuis dan anti rakyat sendiri.
4. Kurang paham penting organisasi politik mahasiswa
Kurang ada kesadaran akan pentingnya perlawanan bersama (organisasi). Mahasiswa Papua cenderung menutup diri terhadap perlawanan politik, tidak bersedia mengemban tanggunjawab dalam organsasi. Sebaliknya mahasiswa lebih memilih menjadikan organisasi mahasiswa, Badan EKsekutif Mahasiswa (BEM) di kampus sebagai organsasi gerakan, sedang notaben organisasi ini adalah organsasi yang terbatas masa waktu bagi pengurusnya. Ketika turun maka mereka akan kehilangan pijakan. Organiasi seperti ini seharusnya hanya digerakan dengan sumer daya terbatas tetapi tidak menjadi kekuatan politik. Demikian.
Kurang ada kesadaran akan pentingnya perlawanan bersama (organisasi). Mahasiswa Papua cenderung menutup diri terhadap perlawanan politik, tidak bersedia mengemban tanggunjawab dalam organsasi. Sebaliknya mahasiswa lebih memilih menjadikan organisasi mahasiswa, Badan EKsekutif Mahasiswa (BEM) di kampus sebagai organsasi gerakan, sedang notaben organisasi ini adalah organsasi yang terbatas masa waktu bagi pengurusnya. Ketika turun maka mereka akan kehilangan pijakan. Organiasi seperti ini seharusnya hanya digerakan dengan sumer daya terbatas tetapi tidak menjadi kekuatan politik. Demikian.
Gerakan perlawanan mahasiswa di Papua harus bangkit segera. Harus mampu belajar dari catatan sejarah mahasiswa di dunia. Dalam segela keterbatasan, baik biaya, bahkan technology yang terbatas, namun jiwa perlawanan, jiwa pemberontakan mereka melawan kolonialisme dan imperialisme penjajah itu sangat perkasa. Sebab mereka memilki ideology dalam perjuangan.
Salam Revolusi, Kita Lawan untuk Mengakhiri !
Yason Ngelia
Selasa, 02 Februari 2016
UNCEN TUA TAPI AWET MUDA “ANTARA INSTITUSI PENDIDIKAN DAN KORPORASI”
Universitas Cenderawasih(UNCEN) berdiri
pada 10 November 1962, dimana sebelumnya lewat kumandang Trikora(Soekarno)
wilayah Papua berhasil dicaplok pada 19 Desember 1961. UNCEN didirikan sebelum
Papua dianeksasikan ke dalam Indonesia tahun 1963 atau sebelum dilaksanakan PEPERA tahun 1969 yang
cacat hukum internasional. Sehingga UNCEN adalah paket untuk menasionalkan
Papua kedalam Indonesia. Pada dasarnya UNCEN kental dengan situasi politik
Papua saat itu.
Kita tanggalkan
sejenak proses sejarah tersebut. Lalu kita lihat UNCEN pada era reformasi ini.
Ditengah gejolak politik Indonesia pada
1997-1998, yakni tuntutan mahasiswa Indonesia untuk menurunkan Soeharto, akibat
krisis yang melanda Indonesia, saat yang sama rakyat Papua juga menuntut
kemerdekaan Papua, dan aspirasi rakyat Papua tersebut dijawab dengan Otonomi
Khusus sebagai solusi jalan tengah untuk konflik politik tersebut. Siapakah
yang menggodok Otsus Papua 2001 itu? Mari lihat alm. Ottow Wospakrik, Agus
Sumule, Musa’ad dan kroni-kroninya. Dimanakah mereka? Masih terus mendidik
mahasiswa? Atau menduduki jabatan politik di tanah Papua? Nilailah sendiri. Lebih
lanjut setelah mendapat perlawanan rakyat Papua, yang menganggap Otsus bukan
solusi penyelesaian masalah di Tanah Papua, pada tahun 2005, 2010. Otonomi
Khusus 2001 kemudian direkonstruksi menjadi Undang-undang Pemerintahan di Tanah
Papua atau yang dikenal dengan Otsus Plus dengan dalih merupakan jawaban atas
tuntutan rakyat Papua tersebut. Namun, hal itu juga mendapat perlawanan oleh
mahasiswa, pada akhir 2013 lalu, karena menganggap itu bukan solusi
penyelesaian masalah ditanah Papua dan juga tidak sesuai dengan amanat UU Otsus
2001 pasal 76 dan 77. Siapa pula yang menggodok Otsus Plus tersebut? Sebut saja
mereka, alm. Rektor UNCEN dan alm. Pembantu Rektor IV UNCEN, (HUMAS UNCEN), dan
akademisi UNCEN lain yang terlibat didalamnya(Otsus Plus versi Akademisi UNCEN).
Lalu dimanakah mereka juga? Selain kini bersembunyi dibalik UNCEN, ibarat
melempar batu sembunyi tangan. Dan mendapat teguran hamba Tuhan: “Para pengajar telah kehilangan hati
nuraninya untuk mendidik mahasiswa”, kata Pdt. S. Nyoman.
Gambaran
tersebut menjadi alasan mengapa “UNCEN
tua tapi awet muda” seperti ujar seorang dosen yang pernah mengajar disalah
satu program studi di FISIP UNCEN, pada tahun 2012 lalu ketika UNCEN genap
berusia 50 tahun. Barangkali ini menjadi sebuah gambaran tentang wajah UNCEN
yang sebenarnya. Mengapa seperti demikian. Sebut berapa dosen yang mengajar pada
setiap Program Studi? Mampukah mereka mengajar selama 3 SKS? Atau 12 Pertemuan
hingga maksimalnya 16 pertemuan? Sepertinya jarang ditemukan. Selain para
cendekiawan UNCEN itu sibuk untuk menggali proyek tawaran Perusahaan yang
hendak masuk ke Papua atau yang telah beroperasi(dari bersyarat hingga tidak)
dosen Uncen siapkan Amdalnya, lihat pula, kebijakan dari Negara Indonesia
kepada rakyat Papua yang selalu menuntut penyelesaian persoalan di Tanah Papua
secara adil dan bermartabat, dosen Uncen kemudian mengambil solusi yang mereka
“anggap” sebagai penyelesaian masalah tersebut, seperti masuk dalam tim
akademisi Otsus Papua 2001 dan Otsus Plus, Unit Percepatan Pembangunan bagi
Papua dan Papua Barat(UP4B), kegiatan politik lainnya, setelah itu mendapat
penghargaan berupa upah yang besar dan tawaran untuk menduduki staf ahli atau
jabatan politik tertentu, lebih lagi untuk menambah uang saku, dosen Uncen membuka
kelas jauh, yang mendapat bayaran hingga miliaran rupiah sekali mengadakan
kuliah hingga yudisiumnya(Kuliah 6 bulan langsung wisuda), bahkan lebih
mengutamakan mereka dibanding mahasiswa yang berstatus regular, yang katanya
miskin dan kurang besar biaya pembayarannya, yang menyebabkan mahasiswa(regular)
terlantar dan dosen akan kembali pada akhir semester, sembari memberi 12 kali
tanda tangan, mengACC kartu kuliah, dan memberi ujian yang sebelumnya kurang
dari 5 kali pertemuan. Lalu awal semester pengajaran seperti layaknya perburuan
waktu proyek, dan dosen sibuk mencari job
diluar kampus yang pasti menggiurkan, dan kemudian pada akhir semester dosen
memaksa mahasiswa untuk belajar dalam sehari(bertatap muka) hingga 4 kali untuk
mengejar waktu yang telah dosen lewati(lalaikan), kemudian mengancam mahasiswa
yang coba memprotes, “kamu yang
memberikan nilai atau dosen”? Hal itu yang kemudian menjadi jerat atau bius
kepada mahasiswa untuk terus melihat realita tersebut. Tri Dharma Perguruan
tinggi dipahami sebagai langkah untuk menggaet berbagai jaringan atau mitra
untuk terus mendapatkan laba. Sedang mahasiswa yang menjadi target pengajaran
dibiarkan begitu saja. Maka tak heran Uncen
dikatakan Tua tapi awet muda.
Sebut berapa dosen yang pernah,
memotivasi mahasiswa untuk menangkan realita disekitarnya? Masyarakat Papua
yang mati tiap harinya, akibat terror dan intimidasi serta kelalai Negara yang
berujung pelanggaran HAM. Adakah dosen yang pernah mengajari mahasiswa untuk
geram melihat sekelompok anak kecil yang berkeliaran di Saga Mall Abepura sambil
menghisap Lem Aibon? Atau mereka yang
“tuna wisma” duduk di emperan toko sambil berjualan atau meminta? Atau
mama-mama Papua yang berjualan beralaskan karton, karung beras, hingga terkena
debu jalanan hanya untuk menghidupi kebutuhan hidupnya atau kepada anaknya yang
berpendidikan?
Selain dosen dan kampus ini meneror
mahasiswa, seperti yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2015(jika tidak salah)
yakni Rektor mengeluarkan 6 aturan khusus bagi mahasiswa. 1. Mahasiswa dilarang
menebang, membawa kayu dalam lingkungan kampus; …. 6. Mahasiswa dilarang
memalang kampus, dan jika melanggar akan berhadapan dengan pihak berwenang.
Siapa juga yang berani mengelak hal
itu? Selain mereka(Mahasiswa) yang hanya menolak aturan itu dengan memalang
kampus. Tetapi, siapa(dosen) yang pernah memarahi dosen, yang tinggal pada
perumahan milik kampus UNCEN yang meluaskan wilayah rumahnya dengan membangun
halaman parkir, membuat taman, kebun ataupun ternak-ternak kecil, hingga
tinggal layaknya rumah pribadi? Atau adakah dosen yang merangsang mahasiswa
untuk memprotes Papan iklan REKTOR UNCEN yang memberi selamat Hari Sumpah
Pemuda 28 Oktober 2015 yang dipasang pada papan iklan padang bulan, dekat
kampus USTJ? –Papan iklan yang masih terpasang hingga sekarang– Darimanakah
uang pamasangan iklan itu? Jawabannya mungkin ada pada tanggal 17-19 November
2015, ketika mahasiswa menuntut kampus agar mengembalikan uang mereka akibat
pungutan liar dan dijawab dengan pengembalian uang tuntutan mahasiswa tersebut.
Jadi teringat pada awal SPP tunggal(Uang Kuliah Tunggal-UKT) itu dijalankan
dengan alasan mengatur Pembayaran iuran kuliah satu kali dalam setiap semester
hingga lulus kepada mahasiswa. Dan sesuai dengan surat edaran Dikti pada 5
Februari 2013(Nomor 97/E/KU/2013), kebijakan ini akan diberlakukan pada tahun
2013. Lalu mengapa hal ini diberlakukan pada UNCEN sejak tahun 2012? Melihat
hal ini, dosen siapa yang berani untuk memprotes hal tersebut atau membenarkan
tuntutan mahasiswa tersebut? Selain saling mendikte satu sama lain seperti yang
terjadi ketika pihak kampus datang untuk menenangkan mahasiswa yang berdemo
saat itu(17/11-2015). PR II menyalahkan PR III, sebaliknya nanti PR III akan
menuduh Rektor dan begitulah seterusnya, karena merekalah yang memegang “kunci” itu sendiri.
Setiap tahun, pada penerimaan mahasiswa
baru. Nasihat dari pimpinan kampus UNCEN pasti sama saja, “Belajar yang baik,
selesaikan kuliah dalam 4 tahun atau cepatnya 3 tahun, kemudian kembali untuk
membangun daerah”. Bahkan senior-senior yang dianggap berhasil didatangkan pula
dengan alasan menjadi motivasi dan juga memberi motivasi yang sama pula. Pertanyaannya?
Dimanakah 5000an sarjana UNCEN yang diwisudakan? Untuk apa FKIP, jika para guru
terus didatangkan dari luar Papua? Untuk apa Fakultas Kedokteran, jika tenaga
ahli medis didatangkan terus tiap tahunnya dari luar Papua? Bahkan para pasien
dibiarkan terlantar, dengan jumlah fasilitas yang minim ditengah gelontoran
milyaranan dana Otsus hingga RS. Abe yang sempat diliburkan dua hari pada
tanggal 24 dan 26 November 2015 dengan alasan stok air habis. Aneh. Lalu untuk fakultas Hukum, jika
melihat aparat polisi terus memasuki wilayah kampus tanpa ada kajian
terhadapnya? Padahal, sikap arogan polisi tersebut telah melanggar UU no. 9
tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum, dan juga UU.
No 12 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, yang menyatakankan kampus
adalah lembaga ilmiah dan bebas dari kotrol aparat polisi.
Eko Prasetyo dalam tulisannya sama
dengan situasi dikampus UNCEN kini, bahwa hanya ada tiga isu penting:
Mengingatkan Pembayaran, Menganjurkan menjaga lingkungan, dan Menginformasikan
kegiatan, dan ini mudah terdapat pada setiap pojok keramaian mahasiswa. Mahasiswa
UNCEN dewasa ini menjadi salah satu daya tarik dari berbagai lembaga
pemerintahan maupun lembaga non pemerintahan. Ini terlihat dengan ditawarkannya
berbagai kegiatan ekstrakulikuler hingga berbagai kegiatan akademisi yang
tujuannya adalah konon untuk berbagi pengetahuan hingga kerjasama kepada
mahasiswa. Tidak heran bila dalam setiap even-even besar mahasiswa, pasti ada
sponsor-sponsor tertentu yang datang untuk menggaet kegiatan mahasiswa
tersebut. Mulai dari pengadaan barang dan jasa yang tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan lapangan mahasiswa, dan tak jarang pula menggunakan
mahasiswa ataupun senior dan alumni UNCEN yang dianggap popular untuk menjadi
daya tarik tersendiri terhadap sponsor dukungan itu. Hal ini berdampak jauh
terhadap independensi mahasiswa yang seharusnya tidak terkooptasi dengan
kepentingan elit manapun dan sejalan dengan Pedoman Organisasi mahasiswa
sebagai tercantum dalam Kepmendikbud no. 155 tahun 1998, dan AD/ART Kabesma UNCEN
sendiri. Dalam keadaanya terlihat juga ketika lembaga UNCEN juga memainkan
perannya terhadap niat yang dianggap “baik” oleh elit-elit tertentu tersebut,
dengan membiarkan keadaan itu terus menghujani organisasi mahasiswa.
Melihat
dinamika diatas, mahasiswa UNCEN pada akhirnya menjadi pasrah dengan keadaan
tersebut sehingga menganggap ini adalah sebuah kebiasaan serta rutinitas dan
atau melatih kepopulerannya yang pada nantinya menjadikan ini sebagai panggung
untuk turut menghancurkan independensi mahasiswa itu sendiri. Maka, jelaslah
pernyataan yang dikeluarkan Presiden Mahasiswa USTJ, pada demo 26 Juni 2015
dihalaman DPR Papua bahwa “Mahasiswa STOP Melacurkan diri” sebuah pernyataan
yang sesungguhnya menjadi gambaran umum tentang mahasiswa Papua (red. Jayapura)
saat ini.
Selain
itu, dalam menjalankan tugas kepengurusan mahasiswa(BEM dan MPM UNCEN) kemudian
menaikkan iuran SMPT dari Rp. 20.000,- menjadi Rp. 50.000,- dengan alasan
menunjang dinamika dan aktivitas mahasiswa UNCEN seperti yang terpampang pada
baliho di halaman kampus UNCEN Abe. Dan kenaikan iuran UKT Mahasiswa atau SPP
dianggap sebagai suatu penyesuaian terhadap keadaan zaman atau modernisasi dan
juga untuk pengembangan rutinitas kegiatan mahasiswa. Yang menjadi soal?
Dimanakah Miliaran uang mahasiswa yang sebelumnya dikenakan biaya Rp. 20.000,-
x ±5000an mahasiswa yang tidak sebanding dengan kegiatan dan pengeluaran
mahasiswa, dan atau SPP tunggal(Uang Kuliah Tunggal-UKT) yang pembayarannya
diluar kemampuan orang tua mahasiswa dan pembayaran SPP tunggal(Uang Kuliah
Tunggal-UKT) tersebut masih saja diselingi dengan pungutan liar dari dosen
tertentu –yang tidak sesuai dengan rincian pembayaran SPP tunggal(Uang Kuliah
Tunggal-UKT)– tanpa ada pengawasan dari pihak pimpinan kampus sehingga ini
tampak seperti pembiaran sistematis. Belum lagi jika bertanya kepada lembaga
Uncen, dimanakah Uang Triliunan dana Otsus untuk kebijakan afirmatif dibidang
pendidikan(30%), tentu Uncen mendapatnya bukan? Apalagi Uncen adalah
pemikirnya. Bagaimana jika ditanyakan, dimanakah bantuan dari pusat,
kementerian Pendidikan? Atau bantuan dari mitra-mitra lain? Dimana uang
tersebut? Lalu penggunaan sarana atau tempat kegiatan Ilmiah Mahasiswa yakni
Auditoirum yang masih selalu saja dijadikan sebagai sarana pernikahan
persorangan hingga pernikahan masal buatan pemerintah, dengan biaya pembayaran
yang mahal, kisaran puluhan hingga ratusan juta pun lenyap tanpa ada kejelasan
dana tersebut, atau setidaknya uang tersebut digunakan untuk operasinal
peningkatan mutu organisasi mahasiswa.
Dari
kejadian tersebut, maka tidak aneh jika lembaga UNCEN terus sibuk untuk
merombak dan mengintervensi gerakan mahasiswa sebagaimana pada papan yang
pernah dipasang pada pagar kampus UNCEN waena pada point keenam, yakni “mahasiswa dilarang berdemo, dan jika
melanggar akan berhadapan dengan pihak berwenang” hingga penguluran waktu
pelantikan pimpinan mahasiswa, penundaan bahkan penolakan terhadap suatu
kegiatan mahasiswa yang dianggap berlawanan dengan kepentingan kampus. Dan jika
tidak ada mahasiswa yang kritis terhadap hal yang dianggap adalah suatu
masalah, maka beginilah keadaannya.
Sehingga tak ada salahnya UNCEN
dijadikan tempat untuk basis massa demonstrasi, pagarnya dijadikan tempat untuk
melawan pemerintah dan atau dijadikan tempat sebagai tawaran solusi kebijakan
ditanah Papua. Karena UNCEN adalah lembaga Koorporasi berwajah Institusi Pendidikan.
LAWAN!!!
“Tak ada kepentingan apapun dalam penulisan
ini, namun ini menjadi sebuah catatan yang setidaknya (diharapkan) membawa
perubahan dikampus Uncen, sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
selayaknya dan Perguruan Tinggi yang sesuai dengan kebutuhan Rakyat Papua
dewasa ini”
Samuel Womsiwor, Sekjen GempaRKuliah di Universitas Cenderawasih sejak 2011
Referensi:
UU no. 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
UU no. 9 Tahun
1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum
UU no. 12
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa
Musa’ad
Muhammad(2004) “Menguak Tabir Otonomi Khusus Papua”. Bandung: ITB
Musa’ad Muhammad
(2012). “Quo Vadis Otsus Papua, Diantara Tuntutan rekonstruksi dan referendum”,
Bandung: Thafa Media.
Hok Gie Soe(1986).
“Catatan Harian Seorang Demonstran: Soe
Hok Gie”. Pustaka LP3ES
Prasetyo Eko,
(2015), “Bangkitlah Gerakan Mahasiwa”
. Malang: Intrans Publishing
Tulisan: Yason
Ngelia, 2013. “UNCEN dan Otsus Papua”,
Google: Tabloidjubi.com, Majalahselangkah.com, Suarapapua.com,
Cenderawasih Pos, Facebook
Referensi
Lapangan:
Demostrasi 26
Juni 2015, dihalaman kantor DPRP.
Keluhan-keluhan
dari teman-teman mahasiswa
Wawancara, 2
Narasumber, untuk kasus RSUD Abepura dan Kasus Pungli UNCEN, pada 12 Desember
2015.
Hasil Diskusi
dengan aktivis mahasiswa Uncen, pada 15 Desember 2015, di Kampus FISIP UNCEN.
Kamis, 21 Januari 2016
MENYELAMATKAN DRAKULA
Sungguh tidak adil dan tidak
dapat diterima. Seorang penjahat yang bukan saja merampok. Tetapi membunuh dan
memarjinalkan dalam aksinya, diselamatkan.
Apa pun alasan yang digunakan
untuk menyelematkan penjahat. Tetap saja tidak dapat diterima.
Bukan saja tidak dapat diterima
oleh korban yang bersangkutan tetapi juga manusia nan waras jiwanya yang mengetahui persoalan antara
penjahat dan perampok.
Minggu, 17 Januari 2016
DOK IX KALI DI MASA LALU, KINI DAN NANTI
“Untuk
apa kau memikirkan masalah kecil itu. Bukan kah, masalah yang kini kau dan
kawan-kawan sejalurmu pikirkan dan perjuangkan lebih penting dan mulia dari masalah
kecil dikompleksmu !” Ejekan yang selalu muncul dalam pikiran saya. Ketika, saya
mengenang masa kecil saya bersama
teman-teman saya yang kini menikmati hidup mereka dengan menyalagunakan narkoba,
miras, dan juga mengalami disorientasi dalam pergaulan muda-mudi yang nihil akan
nilai rohani dan etika serta adat dan budaya Papua.
Senin, 11 Januari 2016
MASA KECIL DAN PERJUMPAAN DENGAN THAHA M. ALHAMID YANG TAK KUKENAL
Jaya Asri Entrop: Layaknya Kampung Halaman dalam
ingatan yang mempesona
“Masa Kecil dan perjumpaan dengan Thaha M. Alhamid yang tak
kukenal”
Mereja generasi saat ini tak pernah merasakan
dimarahi dan dikejar dengan kayu, dicubit, dipukul, dan terkadang harus dibiarkan
tidur(malam) depan teras rumah, akibat lalai dengan nasihat orang tua.
Mereka tak pernah merasakan, sepulang sekolah dengan
menggunakan seragam [Sekolah Dasar(SD) atau sampai Sekolah Menengah
Pertama(SMP)] lalu pergi bertamasya ke kali yang kini dijadikan Air Minum
Kemasan di Kota Jayapura(Qualala), atau kali entrop, dengan bermain petak umpet
dalam air, lalu makan makanan hasil curian kebun mama-mama yang berjualan di
Pasar Mama-mama Papua atau mama Papua yang sering berjualan di terminal entrop,
yang pula mengejar dengan sebuah parang dan terkadang panah. Mereka jarang pula
memakan mie instan mentah akibat kelaparan yang melanda setelah menyusuri
lebatnya hutan pegunungan dofonsoro, sampai sempat tersesat akibat lupa arah
jalan pulang, atau melewati jalan-jalan setapak yang kini dijadikan jalan
alternative di kota Jayapura yang kemudian menjadikan bukit-bukitan jalan
alternative sebagai wisata bermain out
bond layaknya mobil roda gila di Papua Trade Center(PTC) yang hanya
menggunakan karung atau pelepah pohon kelapa sambil meluncur dengan kecepatan
60 KM/h. Inilah yang layak dinamakan My Trip My Adventure, meski kini baru disadari.
Jumat, 08 Januari 2016
TERPER (TERBAWA PERASAAN)
TEPER
(Terbawa Perasaan)
Samuel
Womsiwor
Biro
Hukum dan HAM – BEM FISIP Uncen, 2015/2016
Sekretaris
Jenderal GempaR
TEPER, ini berawal dari
curhat mengenai kondisi kawan-kawan semasa SMA, yang menyalami banyak cerita
cinta, sebabnya ini menjadi alasan mengapa tulisan ini diberi judul demikian.
Untuk kawan, Kadav, van Bone, Dista, Ari, pada awal
tahun, lewat waktu cerita yang tak begitu banyak, kalian membawaku berpikir
tentang alam Papua yang begitu masyhur ternyata adalah benar. Setiap peluang
pasti ada jawabannya. Setiap usaha pasti ada hasilnya. Kalian berpikir
bagaimana bisa memanfaatkan waktu serta kearifan kalian untuk setidaknya
mendapatkan uang demi kelangsungan hidup kalian diatas tanah ini. Kalian rela
pergi jauh kemanapun, ditempatkan dimana saja untuk segudang impian yang begitu
baik yakni bisa BERDIKARI. Hal yang jarang saya jumpai untuk saudara-saudara
saya.
Selasa, 05 Januari 2016
EPISTEMOLOGI KIRI
Epistemologi
Kiri
“Entah siapa yang memunculkan pertama
kali istilah “kiri”, namun dalam perjalanannya “kiri” selalu diidentikkan
dengan Komunisme, dan ini merupakan sebuah kesalahpemahaman dan tentu ini adalah
salah kaprah, padahal pemikiran kiri adalah pemikiran dan gerakan social yang
selalu senantiasa identik dengan melawan, mengkritik, dan memang terkadang
nakal untuk menghancurkan segala sesuatu yang bersifat kemapanan”
Jumat, 01 Januari 2016
KENYATAAN NATAL DAN TAHUN BARU DI KOMPLEKS
Hari Natal baru saja
berlalu. Tetapi suasana natal masih
terasa lewat musik dan lagu natal yang masih terus diputar. Serta dekorasi
natal yang masih terlihat. Begitulah yang saya lihat dan rasakan ketika saya
pergi ke rumah mertua saya di kelurahan koya barat distrik muara tami, kota
jayapura beberapa hari yang lalu. Tetapi juga beberapa tempat lainnya di kota
jayapura. Apa maksudnya ? dengan mempertahannkan dekorasi natal dan memutar
lagu-lagu natal ? saya tidak tahu.
Saya ke koya barat untuk
menjemput anak saya, Janet yang memilih ikut bersama mamanya untuk berlibur di
rumah mertua saya. Alasan Janet, anak saya yang baru duduk di kelasa dua (2)
sekolah dasar (SD) membuat saya diam membisu dan tidak bisa menahannya ketika
istri saya menyampaikan kalau dia akan merayakan natal dan tahun baru di koya
barat dan akan membawah serta dengan
Janet ke sana.
Langganan:
Postingan (Atom)