Senin, 28 Maret 2016

ANTARA RENKING DAN REALITA


Oleh. PILIPUS ROBAHA

18 tahun sudah semenjak tumbangnya resim yang sangat otoriter dan juga fasis dibawah pimpinan sang jendral bintang tiga, Soharto. Atau yang lebih dikenal pada  kalangan aktivis Indonesia sebagai Boneka milik Negara kapitalis, Amerika Serikat. Indonesia dengan jumlah penduduk 230 juta manusia berhasil menempati posis ke 3 di dunia sebagai Negara berdemokrasi terbaik setela India dengan jumlah penduduk 1.2 miliar manusia. Sedangkan sang Kapitalis dunia, amerika serikat  menempati renking pertama Negara domkrasi terbaik dunia dengan jumlah penduduk 340 juta.


Sebagai Negara  yang baru 18  tahun menjalankan system demokrasi setelah revormasi 98. Renking ke 3 merupakan suatu hasil yang sangat membanggakan tentunya. Tetapi juga melahirkan pertanyaan dikalangan aktivis HAM dan Demokrasi yang independen. Terlebih khusus aktivis prodem di Papua.

Apa si ukuran demokrasi di dunia ?. sampai-sampai Indonesia yang baru 18 tahun menerapkan system demokrasi bisa menempati posisi ke 3 negara demokrasi terbaik di dunia. Sedangkan  mau dilihat dalam praktek demokrasi di Indonesia sangat abal-abalan. Sehingga renkingnya kalau di anonim kan, ia sangat. Maksud Indonesia menduduk posisi paling rendah ke 3 di dunia soal demokrasi di dunia.  

Jika ranking yang kini diperoleh Indonesia, dimata dunia terkait demokrasi. Di ukur dari pesta demokrasi di Indonesia. Yang mana masyarakat sebagai pemilik hak politik turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi secara langsung. Baik pemilihan presiden, kepala-kepala daerah dan juga para wakil rakyat. maka menurut hemat saya renking tersebut gugur demi realita. Sebab realitanya. Hampir semua hasil dari pesta demokrasi atau pemilihan umum secara langsung berkhir di pengadilan. Artinya suara rakyat itu di putuskan di pengadilan. Dan tentunya kita tahu system peradilan di Negara Indonesia yang menganut paham. Siapa punya uang dialah pemenang.

Selain dari pesta demokrasi yang sebagian besarnya berakhir di pengadilan. Politik uang tidak perna luput dari tiap pesta demokrasi. Hal ini menandakan bahwa Negara lewat partai-partai bolitiknya membeli demokrasi dengan uang. Bukan dengan semangat revormasi 1 mei 1998. Serta rakyat yang di jadikan sebagi tolak ukur demokrasi di Indonesia lewat partisipasi politiknya, dalam praktek hidup berdemokrasi sangat mirip dengan resim soharto. Rakyat Indonesia pun sangat fasis . Contoh kebebasan umat beragama, sering terjadi konflik akibat sikap intolerin dari masyarakat.

Mendapatkan renking ke 3 negara berdemokrasi terbaik  di dunia. menurut saya ! sangat bertolak belakang dengan realitanya sebenarnya di Indonesia. Alasannya !. Ini bukan alasan yang dibuat-buat. Tapi ini alasan yang nyata. Negara ini terus menyebarkan fitnah dan kebencian di hati rakyat terkait Partai Komunis Indonesia atau organisasi-organisasi yang memiliki paham sosialis. Sehingga PKI atau organisasi-organisasi ini tidak dapat menikmati kemerdekaan Indonesia yang sebenarnya di perjuangkan oleh mereka juga.

Menikmati kemerdekaan yang saya maksudkan disini adalah; turut mengambil bagian dalam pesta demokrasi sebagai petarung. Sehingga reking yang di dapatkan oleh Indonesia di mata dunia tidak bisa dinilai politk. tapi di nilaih benar. Karena dalam pesta demokrasi ada ideology-ideologi partai yang berbeda yang bersaing dalam pesta demokrasi. Bukan seperti hari ini kita lihat. Banyak partai tapi semuannya menganut paham kapitalis. Karena pemilik partainya adalah pemilik modal. Bukan dari rakyat.

Demokrasi itukan ibarat mobil, memiliki 4 roda. Dua di depan, dua di belakan atau dua di kanan,  dua di di kiri. Fungsinya sama sebagai penyeimbang. Jika salah satunya kempis. Maka mobil tidak akan jalan. Bahakan antara ban belakang dan depan tidak selalu memiliki ukuran yang sama. Artinya dalam demokrasi yang hakiki seharusnya adalah; ada pertarungan antara partai-partai politik dalam pesta demokrasi yang memiliki paham berbeda. Yang lain memiliki paham kapitalisme, liberalisme dan juga tentunya Sosialisme. Sehingga yang kalah dalam pesta demokrasi akan menjadi oposisi atau penyeimbang pemerintah. Itu baru namanya demokrasi yang hakiki. Bukan seperti yang ada terjadi di Negara Indonesia. Pemilik modal mengawasi pemilik modal.

PILIPUS ROBAHA
Aktivis Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GempaR-Papua)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar