“Untuk
apa kau memikirkan masalah kecil itu. Bukan kah, masalah yang kini kau dan
kawan-kawan sejalurmu pikirkan dan perjuangkan lebih penting dan mulia dari masalah
kecil dikompleksmu !” Ejekan yang selalu muncul dalam pikiran saya. Ketika, saya
mengenang masa kecil saya bersama
teman-teman saya yang kini menikmati hidup mereka dengan menyalagunakan narkoba,
miras, dan juga mengalami disorientasi dalam pergaulan muda-mudi yang nihil akan
nilai rohani dan etika serta adat dan budaya Papua.
“Enyalah
pikiran kerdil, dan biarkanlah saya merenungkan keadaan kompleks saya dimasa
lalu, kini dan nanti. Saya tahu, sadar, dan mengerti kalau masalah yang kini di
hadapi bangsa Papua lebih penting dan lebih besar dari masalah lingkungan
tempat tinggal saya. Dan untuk memutuskan rantai miras dan penyalah gunaan
narkoba yang merantai dan membelenggu hidup dan kehidupan teman-teman angkatan
saya dan adik-adik angkatan dibawah saya, di kompleks saya dan juga secara umum
di tanah Papua. Hanya satu Papua merdeka, keluar dari bingkai negara kesatuan
republik Indonesia.” suara hati saya menghardirk pikiran saya.
“Mereka
memilih miras dan menyala gunakan narkoba. Karena pemerintah dan Negara
Indonesia tidak mampu dan juga gagal memanusiakan orang Papua. padahal Papua
sangat kaya akan sumberdaya alam yang berkelas dunia. sehingga kalau Negara
Indonesia serius mengurus orang Papua dan juga tidak serakah dalam
mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada di Papua maka, apa yang hari ini saya
pikirkan tidak mungkin terjadi secara liar dan terang-terangan begini.” Kecam suara hati saya mengecam ejekan dari pikiran saya
sendiri.
“Berjam-jam
didalam kesendirianmu yang sunyi didalam istinamu yang hanya berdinding seng ! apa
kesimpulanmu tentang masa lalu, kini dan nanti dari kompleksmu yang kumuh itu.
Dan apa yang hendak kau perbuat bagi kompleksmu yang kumuh itu.” suara ejekan
itu kembali mengejek saya. Sekaligus menantang.
Hujan
sehari menghilangkan panas setahun. Ungkapan bijak ini menjadi kesimpulan dari
perenungan saya selama berjam-jam
didalam kamar rumah saya. Buat menilai masa lalu, kini dan nanti dari kompleks
atau lingkungan tempat tinggal saya. Sekaligus
menjadi jawaban bagi suara ejekan dalam pikiran saya yang terus mengganggu saya.
Agar tidak memikirkan masalah dilingkungan tempat tinggal saya.
Dibilang
hujan sehari menghilangkan panas setahun. Sebab pada di masanya, senior-senior
pemuda, di kompleks saya. Mulai dari angkatan pemuda pertama hingga angkatan letin pas saya. Kompleks saya sangat
dikenal dengan sebutan “gudang vokal group rohani.” di kalangan gereja-gereja yang ada klasis
kota jayapura. Karena ketika ada perlombaan nyanyi vokal group. Dari gereja,
GKI Betania dok 9 kali, paling sedikitnya ada 3 vokal group yang ikut. Dan
selalu mendapat juara. sesuatu yang sungguh membanggakan, tentunya. Kegiatan
bervokal group di lingkungan saya. Merupakan 1 kegiatan positif dari beberapa
kegiatan-kegiatan positif lainya yang membuat masa lalu dari kompleks saya
indah untuk dikenang. Tetapi juga mengharumkan nama kompleks saya.
Tapi
kini, kompleks yang dulu dikenal dengan gudang vokal group itu, berubah menjadi
pintu masuk dan gundang canabis-canabis (ganja).
Bahkan dikalangan para supir angkutan umum jalur jayapura kota s/d pasir enam
tahunya kalau nama mata jalan masuk kompleks kami adalah mata jalan ganja,
bukan lagi mata jalan sulawesi. Hehehe.
Itulah
salah satu bagian masa lalu kompleks kami yang menjadi kebanggan kami yang kini
telah hilang diracuni oleh budaya asing yang tak bermoral dan juga tak bernilai
rohani serta etika. Apa bilah budaya asing yang tak bermoral (penyalagunaan
narkoba, miras, dan disco malam serta kriminalitas lainnya) itu tidak dilawan
maka, sudah sangat pasti kompleks kami akan menjadi neraka bagi masa depan
genarasi muda kami, yang sekarang. Tetapi juga yang sangat dikawahtirkan adalah
hancurnya masa depan dari generesai berikut dari generasi kami dan seterusnya. Semoga
kekawatiran ini terlalu berlebian saja.
Untuk
melawan budaya asing yang kini menghancurkan masa depan generasi muda atau
teman-teman sebaya saya dan adik-adik saya, generasi baru di kompleks saya
bahkan secara umum di Papua. maka, tak ada pilihan lain selain; aparat keamanan
memperketat penjagaan pada jalur-jalur masuk narkoba, Badan Narkotika Nasional (BNN)
meningkatkan kerjanya, dan pemerintah propinsi, kabupaten dan kota membuat
perda tentang pengendalian miras. Sedangkan bagi aparatur pemerintahan terkecil
dan masyarakat harus mampu melarang budaya disco malam ala barat yang kini
menggeser budaya yosim pancar. Dan bagi pemuda-pemudi Papua, teristimewa
teman-teman pemuda jangan pasra dengan keadaan yang ada. Tetapi bersikap kritislah
bagi keadaan tersebut. Marilah kita konsulidasi diri kita dalam sebuah wadah
untuk mengkritisi keadaan lingkungan kita. Wadah yang kita ciptakan sendiri.
bukan partai politik.
Sedangkan
untuk organisasi gereja. Kerja pelayanan yang nyata harus dilakukan. Bukan
khotba melulu, lalu tidur dengan memeluk alkitab ditangan. Kalau menurut ajaran
alkitab, ibadah yang sejati itu mengunjungi janda duda, yatim piatu, para
tahanan di penjara, orang-orang sakit yang mendapatkan diskriminasi dan juga
anak-anak jalanan,, yaaaaa itu harus dikerjakan. Bukan asal khotba dengan
harapan ada warga jemaat yang kerja di dinas sosial. Sehingga nanti menjadi
tanggungjawab dia untuk melaporkan kepada atasannya untuk dikerjakan. Atau ada
warga jemaat yang provesinya aktivis di LSM jadi bisa dijadikan program kerja
bagi LSM mereka. Hehehe..
Tuhan
Yesus tidak terlalu banyak berkohtba. Tetapi mengerjakan banyak hal dari apa
yang dikohtbahkannya. Bahkan rela mati di gatung di kayu salib oleh pemerintah
kekaisaran romawi atas tuduhan palsu dari para ahli-ahli taurat. Sehingga saran
pedas saya kepada gereja jangan stressssssss ketika setoran derma ke gereja
kurang. Tetapi stresssss lah ketika ada warga jemaatmu yang tidak dapat
beribadah karena alasan ekonomi, HAM, dan juga karena ditahan di penjara serta
karena alasan politik. Maaf, kalau menyinggung perasaan.
Jika
hal ini tidak dapat kerja oleh pihak-pihak yang telah disebutkan maka, masa
lalu yang indah akan menjadi cerita tanpa motivasi. Dan dok 9 kali di masa kini
dan nanti akan menjadi neraka bagi masa depan generasi mudanya dan secara umum
anak asli Papua. ketika hal ini terjadi maka, pemerintah dan negara tidak perlu
melawan kelompok oposisi yang ada tetapi sebaiknya mendengar saja solusi yang
ditawarkan. Sedangkan bagi gereja jangan berdoa untuk mengutuk. Tetapi cukup
menyesal saja. karena dianggap gagal juga. Sekali lagi ! Maaf, kalau
menyinggung perasaan. (sampai ketemu di
tulisan berikutnya)
Oleh. Pilipus Robaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar