Sungguh tidak adil dan tidak
dapat diterima. Seorang penjahat yang bukan saja merampok. Tetapi membunuh dan
memarjinalkan dalam aksinya, diselamatkan.
Apa pun alasan yang digunakan
untuk menyelematkan penjahat. Tetap saja tidak dapat diterima.
Bukan saja tidak dapat diterima
oleh korban yang bersangkutan tetapi juga manusia nan waras jiwanya yang mengetahui persoalan antara
penjahat dan perampok.
Ditengah-tengah perjuangan
masyarakat asli Papua dan negara atas PT. Freeport Indonesia yang kini lagi galau.
Agar perusahan emas terbesar didunia itu bisa adil. Baik adil dalam membagi
saham dengan negara tetapi juga membangun dan mensejahterakan manusia Papua
secara umum.
Bukanlah membagi-bagikan saham “papa
minta saham” .
Dan juga, tidak saja menjadi sponsor
bagi tim sepak bola Persipura Jayapura. Apalagi ada tersirat bahwa hal itu
(menjadi sponsor Persipura) hanya untuk pencitraan.
Tetapi anehnya. Bagi Jokowi,
presiden Republik Indonesia. Menyelamatkan penjahat kemanusian untuk terus
melakukan kejahatannya, itu baik ! sungguh baik ! . Sungguh Jokowi, manusia
waras yang gila-gilaan. Gila saham maksudnya.
Pembagian saham PT. Freeport
Indonesia dengan pemerintah dan Negara Indonesia mulai dari awal FI beroperasi
hingga kini, sungguh sangat menyakitkan hati. Bukan itu saja. tapi juga,
keberadaan perusahan ini sangat merugikan orang asli Papua, terutama pemilik
gunung emas itu.
49 tahun beroperasi, Pemerintah
Indonesia hanya mendapatkan saham 20%. Itu pun kalau tawaran FI tahun ini (2016)
disetujui oleh Jokowi, presiden Indonesia. sedangkan pemilik hal ulayat hanya
mendapatkan 1% saja. sungguh, Freeport sangat keterlaluan.
Kini Freeport lagi galau.
Keuangannya lagi ancur-ancuran dan masa kontraknya akan habis pada tahun 2021.
Agar mendapat perpanjagan kontrak
yang akan berakhir di tahun 2021. Freeport yang merampok dan juga pembunuh itu
menawarkan sahamnya senilai USD 1,7 miliar kepada pemerintah, atau sekitar 20
triliun.
Freeport berani menawarkan USD
1,7 miliar sahamnya kepada pemerinta Indonesia. karene Freeport sendiri lagi
galau. Freeport belakangan ini sangat merugi. Pada tahun lalu Freeport rugi USD
1,8 lebih dari 20 triliun. 20 triliuan dari Indonesia untuk membeli saham
Freeport akan membantu menstabilkan sedikit keuangan Freeport.
Kerugian Freeport ini pun
disebabkan karena ambisi yang tergolong serakah yang dilakukan oleh Freeport
sendiri.
Tidak puas menjadi ratu emas,
tembaga, nikel dan uranium. Pada tahun 2013, Freeport ingin mejadi raja minyak
dengan membeli Plains Company, perusahan minyak terbesar ke empat di
California. Termaksud membayar utang Plains Company sebesar USD 9, 7 miliar.
Freeport tergila-gila dengan
Plains. Karena memiliki produksi minyak mentah 300 juta barel per hari. Bahkan
dapat memproduksi 2 juta barel per hari.
Namun sayang, seribu sayang.
Setelah jual beli dilakukan, harga minyak mentah merosot jauh. Dari USD 80
menjadi 30 USD. Dan hal itu sangat mempengaruhi keuangan PT.Freeport.
Sekarang keuangan PT.Freeport
Indonesia sangat buruk.
Nahhh ditengah keuangan Freeport
yang buruk ! Apakah pemerintah daerah Papua dan negara Indonesia serta
masyarakat Papua yang selama 49 tahun mencari keadilan atas Freeport harus diam
dalam perlawanan, ketika Freeport kewalaan.
Berharap tidak demikian, harus
ada perlawanan. Bukan bagi-bagi saham “papa
minta saham”
Penolakan perpanjangan kontrak
karya dan nasionalisasi aset asing “FI” merupakan hal yang harus di lakukan
oleh Jokowi.
Kalau Indonesia mau berdiri
dengan kaki sendiri (berdikari) maka, sebaiknya pendatangan perpanjangan kontrak karya tidak perlu dilakukan.
Mengingat 2021 itu masa kontrak karya Freeport berakhir. Ketika berakhir dan
tidak di perpanjang maka, seluruh aset FI menjadi milik Indonesia. Indonesia
bisa jadi ratu emas, tembaga, nikel dan uranium di dunia.
Dan yang lebih extrim lagi,
nasionalisasi PT.Freeport Indonesia. itu pun kalau Indonesia tidak bisa
bersabar hingga 2021 untuk menjadi ratu emas, tembaga, nikel dan uranium di
dunia.
Kalau Jokowi dan kabinet kerja !
kerja ! Kerja ! tidak mau dibilang pahlawan di siang bolong bagi perampok dan
juga pembunuh “FI” maka, 2 hal diatas harus berani untuk dilakukan. Jokowi
jangan bisa cerewet saja, di media massa.
JOKOWI, KERJA ! KERJA ! KERJA !
itu kan semboyangmu. Mana kerjamu. Jangan harap durian runtuh saja.
*Pilipus Robaha*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar