Hari Natal baru saja
berlalu. Tetapi suasana natal masih
terasa lewat musik dan lagu natal yang masih terus diputar. Serta dekorasi
natal yang masih terlihat. Begitulah yang saya lihat dan rasakan ketika saya
pergi ke rumah mertua saya di kelurahan koya barat distrik muara tami, kota
jayapura beberapa hari yang lalu. Tetapi juga beberapa tempat lainnya di kota
jayapura. Apa maksudnya ? dengan mempertahannkan dekorasi natal dan memutar
lagu-lagu natal ? saya tidak tahu.
Saya ke koya barat untuk
menjemput anak saya, Janet yang memilih ikut bersama mamanya untuk berlibur di
rumah mertua saya. Alasan Janet, anak saya yang baru duduk di kelasa dua (2)
sekolah dasar (SD) membuat saya diam membisu dan tidak bisa menahannya ketika
istri saya menyampaikan kalau dia akan merayakan natal dan tahun baru di koya
barat dan akan membawah serta dengan
Janet ke sana.
Alasan anak perempuan saya yang
pada 8 desember 2016 baru genap berusia 8 tahun, ketika meminta izin untuk ikut
bersama dengan ibunya membuat saya diam dan akhirnya memberinya izin untuk ikut
dengan mamanya. Alasannya sangat polos. Tetapi, realitanya benar adanya.
“bapa, sa mau ikut mama, natalan dengan nene dan tete
di koya.” Ucapnya. “tidak ! Janet tinggal di rumah dengan bapa. Nanti pas natal
dan tahun baru, baruh bapa kita dua naik ke koya.” Jawabku. “Aissssssssss, sa
tidak mau ! sa mau ikut mama ke koya sekarang.” Jawab Janet tegas, memohon izin
pada saya. “di koya tidak rame disini bole rame.” Kata saya, berdiplomasih. “
ia betul bapa !” responnya. “disini nanti rame dengan keributan orang-orang
mabuk sama suara musik dan lagu yang tidak jelas. Lanjut Janet, mematahkan
dipolamasih saya. Akhirnya saya mengijinkannya sekaligus mengantar dia dan
ibunya ke koya.
Hari natal dan tahun baru di
kompleks
Kebenaran akan realita natal dan
malam lepas sambut tahun dikompleks saya, yang saya rasakan mengingatkan saya, bukan saja pada kata-kata anak
saya, ketika meminta izin merayakan natal dan tahun baru bersama ibunya. Tetapi
juga mengingatkan saya pada salah satu pemuda di kompleks saya. Namun bedahnya
anak saya itu meminta izin ke saya untuk menghabiskan libur dibulan desember
dengan merayakan natal dan tahun baru bersama dengan nene dan tetenya di koya
barat. Sedangkan pemuda di kompleks saya, yang saya maksud meminta saya
menyampaikan kepada pemerintah Papua dan
Negara Indonesia untuk memberlakukan libur dibulan desember, khusus di Papua, mulai dari tanggal 1 desember hingga
5 january mengingat mayoritas orang di Papua beragama Kristen. Alasannya, biar
dengan waktu libur yang panjang. Kita orang kristen di Papua bisa mempersiapkan
diri dan hati dengan baik untuk menerima kelahiran Sang Putra Natal di dalam
hati kita. Hal ini di tulis dalam akun facebooknya. Tulisan tersebut juga di like oleh banyak orang.
Alasan dari Janet, anak saya. Itu
terbukti benar, natal dan lepas sambut tahun di kompleks saya sangat rame dengan bunyi
petasan dan keributan dari orang mabuk serta suara musik dan lagu yang tidak menyetuh
hati untuk merenungkan makna natal. Bahkan
ada penilaian dari beberapa masyarakat, kalau kompleks kami itu sudah hampir
sama dengan sodom dan gomora. Apa yang terjadi di kompleks saya. Saya yakin
terjadi di tempat-tempat lain di kota Jayapura.
Kenapa ada masyarakat ada
masyarakat di komplesk saya sendiri dibilang, komplek kami seperti sodom dan
gomora ? saya tidak bisa menyampaiakannya disini. Tetapi anda bisa pergi dan melihatnya
sendiri, seperti kata Napoleon Bonaparte. “Veni, Vidi, Vici “ yang artinya ; saya datang, saya lihat, saya menang”.
Antara alasan Janet dan Jack
(Jack = nama samaran)
Alasan anak saya telah terbukti
benar. Sekarang bagimana dengan permintaan libur natal yang harus dimulai dari
tanggal 1 desember hingga 5 januari, mengingat sejarah peradaban modern yang
masuk ke Papua pada tanggal 5 februari 1855. sejarah yang hidup hingga sekarang
ini. Sejarah yang juga menjadikan orang Papua menjadi pemeluk agama Kristen
tulen dan menjadi agama mayoritas orang di Papua. Dengan alasan, waktu yang
panjang itu, kita bisa mempersiapkan diri dan hati dengan baik untuk menerima
kelahiran Sang Putra Natal di dalam hati kita.
Menurut pribadi saya! Pemberlakuan
waktu/hari libur dibulan desember untuk merayakan natal/ hari kelahiran Yesus
Kristus pada tanggal 25 desember harus dimulai lebih cepat dari yang sekarang
ini diberlakukan, mengingat agama kristen adalah agama mayoritas di Papua. Atau
kasarnya, saya setujuh dengan permintaan libur yang panjang itu. Tetapi dengan catatan semua izin usaha
penjualan miras pada toko-toko atau pun kios-kios penjual miras harus di cabut
dan operasi milo (minuman lokal) harus dibuat dan dilaksanakan hingga hari
perayaan natal usai. Sebab jika tidak maka, sudah pasti akan seperti yang telah
terjadi pada natal tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya serta malam lepas
sambut tahun. Dimana hampir semua orang Kristen tidak mencontoi tiga orang
majus dari timur yang berjalan mengikuti arah bintang hingga menemukan bayi
kudus di betlhem dalam palungan domba. Tapi
yang akan terjadi adalah got-got dan emperan toko dsb, sebelum tiba ditujuan.
Sehingga libur yang panjang akan sia- orang Papua akan berjalan mengikuti
perintah bir bintang dan mereka akan ditemukan didalam sia dan tak berarti
apa-apa seperti realita yang ada.
Oleh. Pilipus Robaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar