Dahulu
ada yang mati dibunuh, kemarin ada yang
mati dibunuh, hari ini ada lagi yang
mati dibunuh berarti sudah sangat pasti bahwa hari besok dan seterusnya ada
lagi yang akan mati dibunuh dengan gaya dan cara yang digunakan dahulu, kemarin
dan hari ini.
Hal
tersebut diatas bukanlah sesuatu yang mustahil. Mengingat ada satu nasihat
bijak yang berkata “kesalahan yang
pertama apa bila diulang kedua kali maka, yang ke tiga, ke empat dan seterusnya
akan menyusul.” Nasihat bijak ini dalam realita hidup orang asli Papua selama
hidup bersama Indonesia didalam bingkai NKRI terus dialami dan dirasakan setiap
menit dalam sehari.
Nasehat
bijak diatas seakan telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam realita hidup
orang asli Papua pada tiap menit didalam hari-hari hidup bersama dengan
Indonesia. realita, mati dibunuh seakan tak bisah dihilangkan atau sedikitnya
dikurangi dari tiap menit menjadi sejam saja. Bahkan untuk merubah realita,
mati dibunuh sepertinya mustahil dilakukan. Padahal bisa dilakukan. Andai saja
para hamba Tuhan sedikit memiliki kebranian seperti raja daniel
yang dibuang didalam goa singa dan disertai sedikit kebijaksanaan seperti raja
Salomo, ketika menjadi hakim bagi dua
orang perempuan yang merebutkan seorang bayi sebagai anak kandung mereka.
Seharusnya
para hamba Tuhan tidak berkompromi dengan singa-singa yang
lapar dagin dan haus dara. Dan tidak menjadikan “buku nasehat kehidupan kekal”
sebagai “magnet” didalam saku mereka yang siap menarik “koin-koin emas,” ketika
memberi nasehat kepada singa-singa berbulu domba tanpa tindakan nasehat. Dan
tidak hanya dengan memberi pembelaan kepada yang lemah dengan sekedar
berargumentasi dimuka hukum penguasa tanpa menyampaikan kajahatan-kejahatan
penguasa dihadapan Sang Pencipta kahlik
langit dan bumi dan dihadapan para pengikut-Nya.
Tetapi
seharusnya mengatakan salah kepada mereka yang berbuat salah dan membenarkan
mereka yang berbuat benar dengan berpegan kepada hukum didalam buku kehidupan
kekal. Dan juga tidak memplesitkan ajaran dan hukum dalam buku kehidupan kekal
sebagai tameng untuk membenarkan kejahatan penguasa dan memaksa yang lemah
untuk tunduk dibawah ajaran dalam buku kehidupan kekal yang telah diplesitkan.
Seperti “pemerintah adalah wakil Allah sehingga wajib didoakan “ dan kasihilah
sesama mu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendir.”
Para
hamba Tuhan terus mendoakan pemerintah, penguasa pada tiap
kesempatan mereka hendak menaikan doa
syafat mereka. Atas nama negara, pemeritah yang katanya adalah wakil Allah telah
membunuh ciptaan Tuhan Allah lewat TNI/POLRI. Begitu juga ketika hak mereka
yang lemah dirampas, dirampok, diucuri dan lain sebagainya bahkan dibunuh atas
nama negara maka, dengan bermodal jubah rohani para penasehat rohani berusaha menenangkan
emosi mereka yang lemah dengan kata “Jangan membalas. Karena balasan itu haknya
Tuhan” dan juga “kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu
sendiri.” para penasehat berjubah rohani ini seakan lupa kalau sebelum nabi
musa memimpin keluar bangsa Israel dari perbudakan dan penjajahan firaun di
tanah Mesir. Musa membunuh seorang tentara mesir karena tidak tega melihat
perlakuan tentara mesir atas bangsa Israel.
Dahulu
ada yang mati dibunuh, kemarin ada yang
mati dibunuh, hari ini ada lagi yang
mati dibunuh berarti sudah sangat pasti bahwa hari besok dan seterusnya
ada lagi yang pastinya akan mati dibunuh dengan gaya dan cara yang digunakan
dahulu, kemarin dan hari ini kalau para penasehat dunia yang berjubah rohani
masih terus berkompromi dan mancari-cari nasehat-nasehat jitu sebagai tameng
untuk melindungi penguasa dan melemahkan yang dijajah.
Oleh.
Pilipus Robaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar