Jumat, 01 Januari 2016

KENYATAAN NATAL DAN TAHUN BARU DI KOMPLEKS

Hari Natal baru saja berlalu.  Tetapi suasana natal masih terasa lewat musik dan lagu natal yang masih terus diputar. Serta dekorasi natal yang masih terlihat. Begitulah yang saya lihat dan rasakan ketika saya pergi ke rumah mertua saya di kelurahan koya barat distrik muara tami, kota jayapura beberapa hari yang lalu. Tetapi juga beberapa tempat lainnya di kota jayapura. Apa maksudnya ? dengan mempertahannkan dekorasi natal dan memutar lagu-lagu natal ? saya tidak tahu.
Saya ke koya barat untuk menjemput anak saya, Janet yang memilih ikut bersama mamanya untuk berlibur di rumah mertua saya. Alasan Janet, anak saya yang baru duduk di kelasa dua (2) sekolah dasar (SD) membuat saya diam membisu dan tidak bisa menahannya ketika istri saya menyampaikan kalau dia akan merayakan natal dan tahun baru di koya barat dan  akan membawah serta dengan Janet ke sana.

Alasan anak perempuan saya yang pada 8 desember 2016 baru genap berusia 8 tahun, ketika meminta izin untuk ikut bersama dengan ibunya membuat saya diam dan akhirnya memberinya izin untuk ikut dengan mamanya. Alasannya sangat polos. Tetapi, realitanya benar adanya.
“bapa,  sa mau ikut mama, natalan dengan nene dan tete di koya.” Ucapnya. “tidak ! Janet tinggal di rumah dengan bapa. Nanti pas natal dan tahun baru, baruh bapa kita dua naik ke koya.” Jawabku. “Aissssssssss, sa tidak mau ! sa mau ikut mama ke koya sekarang.” Jawab Janet tegas, memohon izin pada saya. “di koya tidak rame disini bole rame.” Kata saya, berdiplomasih. “ ia betul bapa !” responnya. “disini nanti rame dengan keributan orang-orang mabuk sama suara musik dan lagu yang tidak jelas. Lanjut Janet, mematahkan dipolamasih saya. Akhirnya saya mengijinkannya sekaligus mengantar dia dan ibunya ke koya.
Hari natal dan tahun baru di kompleks
Kebenaran akan realita natal dan malam lepas sambut tahun dikompleks saya, yang saya rasakan  mengingatkan saya, bukan saja pada kata-kata anak saya, ketika meminta izin merayakan natal dan tahun baru bersama ibunya. Tetapi juga mengingatkan saya pada salah satu pemuda di kompleks saya. Namun bedahnya anak saya itu meminta izin ke saya untuk menghabiskan libur dibulan desember dengan merayakan natal dan tahun baru bersama dengan nene dan tetenya di koya barat. Sedangkan pemuda di kompleks saya, yang saya maksud meminta saya menyampaikan kepada  pemerintah Papua dan Negara Indonesia untuk memberlakukan libur dibulan desember, khusus  di Papua, mulai dari tanggal 1 desember hingga 5 january mengingat mayoritas orang di Papua beragama Kristen. Alasannya, biar dengan waktu libur yang panjang. Kita orang kristen di Papua bisa mempersiapkan diri dan hati dengan baik untuk menerima kelahiran Sang Putra Natal di dalam hati kita. Hal ini di tulis dalam akun facebooknya. Tulisan tersebut juga di like oleh banyak orang.  
Alasan dari Janet, anak saya. Itu terbukti benar, natal dan lepas sambut tahun  di kompleks saya sangat rame dengan bunyi petasan dan keributan dari orang mabuk serta suara musik dan lagu yang tidak menyetuh hati untuk merenungkan makna natal.  Bahkan ada penilaian dari beberapa masyarakat, kalau kompleks kami itu sudah hampir sama dengan sodom dan gomora. Apa yang terjadi di kompleks saya. Saya yakin terjadi di tempat-tempat lain di kota Jayapura.
Kenapa ada masyarakat ada masyarakat di komplesk saya sendiri  dibilang, komplek kami seperti sodom dan gomora ? saya tidak bisa menyampaiakannya disini. Tetapi anda bisa pergi dan melihatnya sendiri, seperti kata Napoleon Bonaparte. “Veni, Vidi, Vici “  yang artinya ;  saya datang, saya lihat, saya menang”.  

Antara alasan Janet dan Jack (Jack = nama samaran)
Alasan anak saya telah terbukti benar. Sekarang bagimana dengan permintaan libur natal yang harus dimulai dari tanggal 1 desember hingga 5 januari, mengingat sejarah peradaban modern yang masuk ke Papua pada tanggal 5 februari 1855. sejarah yang hidup hingga sekarang ini. Sejarah yang juga menjadikan orang Papua menjadi pemeluk agama Kristen tulen dan menjadi agama mayoritas orang di Papua. Dengan alasan, waktu yang panjang itu, kita bisa mempersiapkan diri dan hati dengan baik untuk menerima kelahiran Sang Putra Natal di dalam hati kita.
Menurut pribadi saya! Pemberlakuan waktu/hari libur dibulan desember untuk merayakan natal/ hari kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 desember harus dimulai lebih cepat dari yang sekarang ini diberlakukan, mengingat agama kristen adalah agama mayoritas di Papua. Atau kasarnya, saya setujuh dengan permintaan libur yang panjang itu.  Tetapi dengan catatan semua izin usaha penjualan miras pada toko-toko atau pun kios-kios penjual miras harus di cabut dan operasi milo (minuman lokal) harus dibuat dan dilaksanakan hingga hari perayaan natal usai. Sebab jika tidak maka, sudah pasti akan seperti yang telah terjadi pada natal tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya serta malam lepas sambut tahun. Dimana hampir semua orang Kristen tidak mencontoi tiga orang majus dari timur yang berjalan mengikuti arah bintang hingga menemukan bayi kudus di betlhem dalam  palungan domba. Tapi yang akan terjadi adalah got-got dan emperan toko dsb, sebelum tiba ditujuan. Sehingga libur yang panjang akan sia- orang Papua akan berjalan mengikuti perintah bir bintang dan mereka akan ditemukan didalam sia dan tak berarti apa-apa seperti realita yang ada.



Oleh. Pilipus Robaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar