Kamis, 21 Januari 2016

MENYELAMATKAN DRAKULA

Sungguh tidak adil dan tidak dapat diterima. Seorang penjahat yang bukan saja merampok. Tetapi membunuh dan memarjinalkan dalam aksinya, diselamatkan.

Apa pun alasan yang digunakan untuk menyelematkan penjahat. Tetap saja tidak dapat diterima.
Bukan saja tidak dapat diterima oleh korban yang bersangkutan tetapi juga manusia nan waras  jiwanya yang mengetahui persoalan antara penjahat dan perampok.


Ditengah-tengah perjuangan masyarakat asli Papua dan negara atas PT. Freeport Indonesia yang kini lagi galau. Agar perusahan emas terbesar didunia itu bisa adil. Baik adil dalam membagi saham dengan negara tetapi juga membangun dan mensejahterakan manusia Papua secara umum.
Bukanlah membagi-bagikan saham papa minta saham” .

Dan juga, tidak saja menjadi sponsor bagi tim sepak bola Persipura Jayapura. Apalagi ada tersirat bahwa hal itu (menjadi sponsor Persipura) hanya untuk pencitraan.

Tetapi anehnya. Bagi Jokowi, presiden Republik Indonesia. Menyelamatkan penjahat kemanusian untuk terus melakukan kejahatannya, itu baik ! sungguh baik ! . Sungguh Jokowi, manusia waras yang gila-gilaan. Gila saham maksudnya.

Pembagian saham PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah dan Negara Indonesia mulai dari awal FI beroperasi hingga kini, sungguh sangat menyakitkan hati. Bukan itu saja. tapi juga, keberadaan perusahan ini sangat merugikan orang asli Papua, terutama pemilik gunung emas itu.

49 tahun beroperasi, Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan saham 20%. Itu pun kalau tawaran FI tahun ini (2016) disetujui oleh Jokowi, presiden Indonesia. sedangkan pemilik hal ulayat hanya mendapatkan 1% saja. sungguh, Freeport sangat keterlaluan.

Kini Freeport lagi galau. Keuangannya lagi ancur-ancuran dan masa kontraknya akan habis pada tahun 2021.

Agar mendapat perpanjagan kontrak yang akan berakhir di tahun 2021. Freeport yang merampok dan juga pembunuh itu menawarkan sahamnya senilai USD 1,7 miliar kepada pemerintah, atau sekitar 20 triliun. 

Freeport berani menawarkan USD 1,7 miliar sahamnya kepada pemerinta Indonesia. karene Freeport sendiri lagi galau. Freeport belakangan ini sangat merugi. Pada tahun lalu Freeport rugi USD 1,8 lebih dari 20 triliun. 20 triliuan dari Indonesia untuk membeli saham Freeport akan membantu menstabilkan sedikit keuangan Freeport.

Kerugian Freeport ini pun disebabkan karena ambisi yang tergolong serakah yang dilakukan oleh Freeport sendiri.

Tidak puas menjadi ratu emas, tembaga, nikel dan uranium. Pada tahun 2013, Freeport ingin mejadi raja minyak dengan membeli Plains Company, perusahan minyak terbesar ke empat di California. Termaksud membayar utang Plains Company sebesar USD 9, 7 miliar.

Freeport tergila-gila dengan Plains. Karena memiliki produksi minyak mentah 300 juta barel per hari. Bahkan dapat memproduksi 2 juta barel per hari.

Namun sayang, seribu sayang. Setelah jual beli dilakukan, harga minyak mentah merosot jauh. Dari USD 80 menjadi 30 USD. Dan hal itu sangat mempengaruhi keuangan PT.Freeport.
Sekarang keuangan PT.Freeport Indonesia sangat buruk.

Nahhh ditengah keuangan Freeport yang buruk ! Apakah pemerintah daerah Papua dan negara Indonesia serta masyarakat Papua yang selama 49 tahun mencari keadilan atas Freeport harus diam dalam perlawanan, ketika Freeport kewalaan.

Berharap tidak demikian, harus ada perlawanan. Bukan bagi-bagi saham “papa minta saham”
Penolakan perpanjangan kontrak karya dan nasionalisasi aset asing “FI” merupakan hal yang harus di lakukan oleh Jokowi.

Kalau Indonesia mau berdiri dengan kaki sendiri (berdikari) maka, sebaiknya pendatangan perpanjangan  kontrak karya tidak perlu dilakukan. Mengingat 2021 itu masa kontrak karya Freeport berakhir. Ketika berakhir dan tidak di perpanjang maka, seluruh aset FI menjadi milik Indonesia. Indonesia bisa jadi ratu emas, tembaga, nikel dan uranium di dunia. 

Dan yang lebih extrim lagi, nasionalisasi PT.Freeport Indonesia. itu pun kalau Indonesia tidak bisa bersabar hingga 2021 untuk menjadi ratu emas, tembaga, nikel dan uranium di dunia.

Kalau Jokowi dan kabinet kerja ! kerja ! Kerja ! tidak mau dibilang pahlawan di siang bolong bagi perampok dan juga pembunuh “FI” maka, 2 hal diatas harus berani untuk dilakukan. Jokowi jangan bisa cerewet saja, di media massa.

JOKOWI, KERJA ! KERJA ! KERJA ! itu kan semboyangmu. Mana kerjamu. Jangan harap durian runtuh saja.


*Pilipus Robaha*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar